Surat Cinta Kepada Waktu

Kepadamu, perenggut kenangan tanpa ampun.

Apa kabar? Masihkah kau sama seperti yang dulu? Masihkah kau membutakan segala apa yang kupunya sekarang untuk kelak baru kusesali?

Aku kini tengah merindu, kepada apa yang dulu kupunya, namun kini tak ada celah untuk kumiliki seperti sedia kala. Aku kini tengah merindu, kepada tumpukan buku yang kini tak pernah tersentuh lagi oleh jari-jariku. Aku kini tengah merindu, kepada ramainya celotehan temanku yang kini hanya mampu kubaca dari layar kaca yang membisu. Aku kini tengah merindu, kepada tempat yang sempat kubenci namun kini aku ingin sekali berada di sana lagi.

Aku, merindukan sekolahku.

Rasanya baru kemarin aku memakai seragam putih abu-abu baruku dan bertemu teman-teman baru. Teman-teman yang tak pernah kukira akan selalu saling menyemangati satu sama lain ketika kami jatuh.

Berat rasanya memaksa diri ini untuk tahu diri bahwa aku benar-benar tak akan menjalani hari-hariku di sana lagi. Tak akan. Bahkan walau aku ke sana pun, tempat itu sudah memandangku asing. Aku, sudah bukan bagian dari sekolahku lagi.

Lonceng yang berbunyi sudah tak lagi untuk memperingatiku akan waktu. Pohon-pohon teduh bukan lagi tempat untukku dan teman-temanku saling bertukar cerita dan tawa. Kursi-kursi kantin bukan lagi tempat untukku menghabiskan waktu. Lapangan itu bukan lagi tempat untuk kami bermain dan berbaris untuk menghormati sang merah putih yang ntah kenapa selalu dikeluhkan ketika Senin tiba. Koridor-koridor itu bukan lagi lantai untukku berjalan dan saling menyapa atau bahkan duduk untuk berkumpul dan tertawa bersama.  Dan ruang-ruang kelas itu, bukanlah lagi tempatku untuk melayangkan segala mimpi bersama seluruh tawa dan cerita yang pernah teman-temanku beri.

Aku, sudah harus pergi.

Kini bahkan jika dasi dan topiku hilang, tak akan ada lagi hukuman yang kudapat.
Kini jika lonceng sudah berbunyi dan aku belum ada di sana, tak akan ada yang dipermasalahkan.
Kini jika aku datang tanpa seragam, tak akan ada orang bertanya kenapa.

Waktu, kenapa kau butakan aku ketika dulu aku masih harus memakai seragam putih abu-abu?
Waktu, kenapa dulu aku sempat berpikir untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu?
Waktu, aku rindu. Bolehkah aku duduk lagi di bangku ku sehari lagi saja bersama teman-temanku untuk kemudian kami pergi jauh?


Waktu,
sampaikan salam cinta dan rinduku kepada sekolahku,
tempat yang tak pernah menuntutku untuk berpikir lebih selain tugas, ujian, teman, dan perasaan.


Tiga tahun tulus itu, sudah bukan milikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar